MAKALAH PEREKONOMIAN INDONESIA
PENGHAMBAT PERKEMBANGAN KOPERASI INDONESIA
Di susun oleh :
Amalia Husnayain (2D214081)
2EB03
UNIVERSITAS GUNADARMA
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa atas segala rahmatnya
yang telah memberikan saya kesempatan, waktu, dan ilmu sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada Ibu
Sulastri selaku dosen mata kuliah Perekonomian Indonesia yang telah memberikan
tugas sehingga saya berkesempatan untuk membuat makalah ini.
Dalam
penyusunan makalah ini dengan kerja keras dan juga bantuan dari berbagai pihak,
saya berusaha untuk memberikan hasil yang maksimal dalam menggali informasi.
Walaupun di dalam pembuatannya saya masih menghadapi kesulitan dikarenakan
keterbatasan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang saya miliki. Saya menyadari
masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, kritik
dan saran membangun sangat saya butuhkan untuk dapat menyempurnakannya di masa
mendatang.
Depok, 18 Januari 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
II.
Rumusan Masalah
III.
Tujuan
BAB II ISI
I.
Sejarah Koperasi
II.
Koperasi Saat Ini
III.
Faktor Penghambat Perkembangan Koperasi
IV.
Upaya Mengembalikan Koperasi Ideal
BAB III PENUTUP
I.
Kesimpulan
II.
Kritik dan Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
Koperasi adalah organisasi bisnis yang
dimiliki dan dioperasikan oleh orang-seorang demi kepentingan bersama. Koperasi
melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang
berdasarkan asas kekeluargaan. Sejarah singkat gerakan koperasi bermula pada
abad ke-20 yang pada umumnya merupakan hasil dari usaha yang tidak spontan dan
tidak dilakukan oleh orang-orang yang sangat kaya. Koperasi tumbuh dari
kalangan rakyat, ketika penderitaan dalam lapangan ekonomi dan sosial yang
ditimbulkan oleh sistem kapitalisme semakin memuncak. Beberapa orang yang
penghidupannya sederhana dengan kemampuan ekonomi terbatas, terdorong oleh
penderitaan dan beban ekonomi yang sama, secara spontan mempersatukan diri
untuk menolong dirinya sendiri dan manusia sesamanya.
Pada tahun 1896 seorang Pamong Praja Patih
R.Aria Wiria Atmaja di Purwokerto mendirikan sebuah Bank untuk para pegawai
negeri (priyayi). Ia terdorong oleh keinginannya untuk menolong para pegawai
yang makin menderita karena terjerat oleh lintah darat yang memberikan pinjaman
dengan bunga yang tinggi. Maksud Patih tersebut untuk mendirikan koperasi
kredit model seperti di Jerman. Cita-cita semangat tersebut selanjutnya
diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode, seorang asisten residen Belanda. De
Wolffvan Westerrode sewaktu cuti berhasil mengunjungi Jerman dan menganjurkan
akan mengubah Bank Pertolongan Tabungan yang sudah ada menjadi Bank
Pertolongan, Tabungan dan Pertanian.Selain pegawai negeri juga para petani
perlu dibantu karena mereka makin menderita karena tekanan para pengijon. Ia
juga menganjurkan mengubah Bank tersebut menjadi koperasi. Di samping itu ia
pun mendirikan lumbung-lumbung desa yang menganjurkan para petani menyimpan
pada pada musim panen dan memberikan pertolongan pinjaman padi pada musim
paceklik. Ia pun berusaha menjadikan lumbung-lumbung itu menjadi Koperasi
Kredit Padi. Tetapi Pemerintah Belanda pada waktu itu berpendirian lain. Bank
Pertolongan, Tabungan dan Pertanian dan Lumbung Desa tidak dijadikan Koperasi
tetapi Pemerintah Belanda membentuk lumbung-lumbung desa baru, bank –bank Desa
, rumah gadai dan Centrale Kas yang kemudian menjadi Bank Rakyat Indonesia
(BRI). Semua itu adalah badan usaha Pemerntah dan dipimpin oleh orang-orang
Pemerintah.
Pada zaman Belanda pembentuk koperasi belum dapat
terlaksana karena:
1.
Belum ada instansi pemerintah ataupun badan
non pemerintah yang memberikan penerangan dan penyuluhan tentang koperasi.
2.
Belum ada Undang-Undang yang mengatur
kehidupan koperasi.
3.
Pemerintah jajahan sendiri masih ragu-ragu
menganjurkan koperasi karena pertimbangan politik, khawatir koperasi itu akan
digunakan oleh kaum politik untuk tujuan yang membahayakan pemerintah jajahan
itu.
Pada tahun 1908, Budi Utomo yang didirikan
oleh Dr. Sutomo memberikan peranan bagi gerakan koperasi untuk memperbaiki
kehidupan rakyat. Pada tahun 1915 dibuat peraturan Verordening op de
Cooperatieve Vereeniging, dan pada tahun 1927 Regeling Inlandschhe
Cooperatieve.
Pada tahun 1927 dibentuk Serikat Dagang Islam,
yang bertujuan untuk memperjuangkan kedudukan ekonomi pengusah-pengusaha
pribumi. Kemudian pada tahun 1929, berdiri Partai Nasional Indonesia yang
memperjuangkan penyebarluasan semangat koperasi.
Namun, pada tahun 1933 keluar UU yang mirip UU
no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Pada tahun
1942 Jepang menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan koperasi kumiyai. Awalnya
koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat
Jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 12
Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang
pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi
Indonesia.
II. Rumusan Masalah
a. Sejarah koperasi di Indonesia
b. Realita koperasi di Indonesia saat ini
c. Faktor penghambat perkembangan koperasi di Indonesia
d. Gagasan memajukan koperasi Indonesia
III. Tujuan
a. Memahami sejarah koperasi
b. Menganalisis keadaan perkoperasian Indonesia saat ini
c. Menganalisis faktor penghambat perkembangan koperasi di Indonesia
d. Memberikan solusi untuk koperasi Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
I.
Sejarah Koperasi Indonesia
Sejarah singkat gerakan koperasi bermula pada
abad ke-20 yang pada umumnya merupakan hasil dari usaha yang tidak spontan dan
tidak dilakukan oleh orang-orang yang sangat kaya. Koperasi tumbuh dari
kalangan rakyat, ketika penderitaan dalam lapangan ekonomi dan sosial yang
ditimbulkan oleh sistem kapitalisme semakin memuncak. Beberapa orang yang
penghidupannya sederhana dengan kemampuan ekonomi terbatas, terdorong oleh
penderitaan dan beban ekonomi yang sama, secara spontan mempersatukan diri
untuk menolong dirinya sendiri dan manusia sesamanya.
Pada tahun 1896 seorang Pamong Praja Patih
R.Aria Wiria Atmaja di Purwokerto mendirikan sebuah Bank untuk para pegawai
negeri (priyayi). Ia terdorong oleh keinginannya untuk menolong para pegawai
yang makin menderita karena terjerat oleh lintah darat yang memberikan pinjaman
dengan bunga yang tinggi. Maksud Patih tersebut untuk mendirikan koperasi kredit
model seperti di Jerman. Cita-cita semangat tersebut selanjutnya diteruskan
oleh De Wolffvan Westerrode, seorang asisten residen Belanda. De Wolffvan
Westerrode sewaktu cuti berhasil mengunjungi Jerman dan menganjurkan akan
mengubah Bank Pertolongan Tabungan yang sudah ada menjadi Bank Pertolongan,
Tabungan dan Pertanian. Selain pegawai negeri juga para petani perlu dibantu
karena mereka makin menderita karena tekanan para pengijon. Ia juga
menganjurkan mengubah Bank tersebut menjadi koperasi. Di samping itu ia pun
mendirikan lumbung-lumbung desa yang menganjurkan para petani menyimpan pada
pada musim panen dan memberikan pertolongan pinjaman padi pada musim paceklik. Ia
pun berusaha menjadikan lumbung-lumbung itu menjadi Koperasi Kredit Padi.
Tetapi Pemerintah Belanda pada waktu itu berpendirian lain. Bank Pertolongan,
Tabungan dan Pertanian dan Lumbung Desa tidak dijadikan Koperasi tetapi
Pemerintah Belanda membentuk lumbung-lumbung desa baru, bank –bank Desa , rumah
gadai dan Centrale Kas yang kemudian menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI). Semua
itu adalah badan usaha Pemerntah dan dipimpin oleh orang-orang Pemerintah.
Pada zaman Belanda pembentuk koperasi belum
dapat terlaksana karena:
1. Belum ada instansi pemerintah ataupun badan non pemerintah yang memberikan
penerangan dan penyuluhan tentang koperasi.
2. Belum ada Undang-Undang yang mengatur kehidupan koperasi.
3. Pemerintah jajahan sendiri masih ragu-ragu menganjurkan koperasi karena
pertimbangan politik, khawatir koperasi itu akan digunakan oleh kaum politik
untuk tujuan yang membahayakan pemerintah jajahan itu.
Mengantisipasi perkembangan koperasi yang
sudah mulai memasyarakat, Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan
perundangan tentang perkoperasian. Pertama, diterbitkan Peraturan Perkumpulan
Koperasi No. 43, Tahun 1915, lalu pada tahun 1927 dikeluarkan pula Peraturan
No. 91, Tahun 1927, yang mengatur Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi bagi
golongan Bumiputra. Pada tahun 1933, Pemerintah Hindia-Belanda menetapkan
Peraturan Umum Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi No. 21, Tahun 1933. Peraturan
tahun 1933 itu, hanya diberlakukan bagi golongan yang tunduk kepada tatanan hukum
Barat, sedangkan Peraturan tahun 1927, berlaku bagi golongan Bumiputra.
Diskriminasi pun diberlakukan pada tataran kehidupan berkoperasi.
Pada tahun 1908, Budi Utomo yang didirikan
oleh Dr. Sutomo memberikan peranan bagi gerakan koperasi untuk memperbaiki
kehidupan rakyat. Pada tahun 1915 dibuat peraturan Verordening op de
Cooperatieve Vereeniging, dan pada tahun 1927 Regeling Inlandschhe
Cooperatieve.
Pada tahun 1927 dibentuk Serikat Dagang Islam,
yang bertujuan untuk memperjuangkan kedudukan ekonomi pengusah-pengusaha
pribumi. Kemudian pada tahun 1929, berdiri Partai Nasional Indonesia yang
memperjuangkan penyebarluasan semangat koperasi.
Namun, pada tahun 1933 keluar UU yang mirip UU
no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Pada tahun
1942 Jepang menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan koperasi kumiyai.
Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan
menjadi alat Jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat
Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 12
Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang
pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi
Indonesia. Sekaligus membentuk Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia
(SOKRI) yang berkedudukan di Tasikmalaya (Bandung sebagai ibukota provinsi
sedang diduduki oleh tentara Belanda).
II. Koperasi Indonesia Saat Ini
Koperasi sebagai salah satu unit ekonomi yang
didasarkan atas asas kekeluargaan dewasa ini telah mengalami perkembangan yang
pesat. Tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia. Eksistensi koperasi sejak
zaman dulu sampai sekarang telah banyak berperan dalam pembangunan khususnya di
Indonesia dan umumnya di dunia.
Sebagai gerakan ekonomi rakyat yang menyatukan
kaum ekonomi lemah, koperasi telah membantu membangun ekonomi negara – negara
di dunia baik negara maju maupun negara berkembang. Bahkan sekarang koperasi di
negara – negara maju tidak hanya sebagai unit ekonomi kecil lagi, tetapi sudah
berkembang menjadi unit ekonomi yang besar, strategis, dan punya daya saing
dengan perusahaan – perusahaan skala besar.
Begitupun di Indonesia, koperasi menjadi salah
satu unit ekonomi yang punya peran besar dalam memakmurkan negara ini sejak
zaman penjajahan sampai sekarang. Hanya saja perkembangan koperasi di Indonesia
walaupun terbilang terus maju dan berkembang, pekembanganya tidak sepesat di
negara – negara maju, justru cenderung mulai terlupakan.
Dari badan Kementrian Koperasi dan Badan Usaha
Kecil Menengah menyatakan di tahun 2015 dari 209.488 unit koperasi yang
tercatat di kementeriannya, sebanyak 147.249 koperasi masih aktif dan
beroperasi. Sedangkan 62.239 unit koperasi tidak aktif dan sedang dalam proses
pembubaran.
Masalah utamanya adalah kredit macet alias
koperasi tersebut kehabisan modal kerja. Dari sisi pendanaan, koperasi
bergantung dari modal anggota dan pemerintah. Sayangnya kedua sumber tersebut
tidaklah cukup. Kelemahan koperasi dan
UMKM, utamanya dari aspek finansial atau menembus perbankan untuk memperoleh
kredit atau pinjaman uang. Kebanyakan, UMKM dan koperasi takut untuk ke bank,
seperti takut ditolak, susah proses peminjaman kredit dan sebagainya. Karena
itulah diharapkan agar institusi perbankan juga harus familiar dan merangkul
pelaku UMKM dan koperasi.
III. Faktor Penghambat Perkembangan Koperasi Indonesia
Koperasi merupakan badan usaha bersama yang
bertumpu pada prinsip ekonomi kerakyatan yang berdasarkan atas asas
kekeluargaan. Berbagai kelebihan yang dimiliki oleh koperasi seperti efisiensi
biaya serta dari peningkatan economies of scale jelas menjadikan koperasi
sebagai sebuah bentuk badan usaha yang sangat prospekrif di Indonesia. Namun,
sebuah fenomena yang cukup dilematis ketika ternyata koperasi dengan berbagai
kelebihannya ternyata sangat sulit berkembang di Indonesia. Koperasi bagaikan
mati suri dalam 15 tahun terakhir. Koperasi Indonesia yang berjalan di tempat atau
justru malah mengalami kemunduran.
Pasang-surut Koperasi di Indonesia dalam perkembangannya mengalami
pasang dan surut. Saat ini pertanyaannya adalah “Mengapa Koperasi sulit
berkembang?” Padahal, upaya pemerintah untuk memberdayakan Koperasi seolah
tidak pernah habis. Bahkan, bisa dinilai, mungkin amat memanjakan. Berbagai
paket program bantuan dari pemerintah seperti kredit program: KKop, Kredit
Usaha Tani (KUT), pengalihan saham (satu persen) dari perusahaan besar ke
Koperasi, skim program KUK dari bank dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang
merupakan kredit komersial dari perbankan, Permodalan Nasional Madani (PNM),
terus mengalir untuk memberdayakan gerakan ekonomi kerakyatan ini. Tak hanya
bantuan program, ada institusi khusus yang menangani di luar Dekopin, yaitu
Menteri Negara Urusan Koperasi dan PKM (Pengusaha Kecil Menengah), yang sebagai
memacu gerakan ini untuk terus maju. Namun, kenyataannya, Koperasi masih saja
melekat dengan stigma ekonomi marjinal, pelaku bisnis yang perlu “dikasihani”.
1. Kurangnya Partisipasi Anggota
Bagaimana mereka bisa berpartisipasi lebih
kalau mengerti saja tidak mengenai apa itu koperasi. Hasilnya anggota koperasi
tidak menunjukkan partisipasinya baik itu kontributif maupun insentif terhadap
kegiatan koperasi sendiri. Kurangnya pendidikan serta pelatihan yang diberikan
oleh pengurus kepada para anggota koperasi ditengarai menjadi faktor utamanya,
karena para pengurus beranggapan hal tersebut tidak akan menghasilkan manfaat
bagi diri mereka pribadi. Kegiatan koperasi yang tidak berkembang membuat
sumber modal menjadi terbatas. Terbatasnya usaha ini akibat kurangnya dukungan
serta kontribusi dari para anggotanya untuk berpartisipasi membuat koperasi
seperti stagnan. Oleh karena itu, semua masalah berpangkal pada partisipasi
anggota dalam mendukung terbentuknya koperasi yang tangguh, dan memberikan
manfaat bagi seluruh anggotanya, serta masyarakat sekitar.
2. Sosialisasi Koperasi
Tingkat partisipasi anggota koperasi masih
rendah, ini disebabkan sosialisasi yang belum optimal. Masyarakat yang menjadi
anggota hanya sebatas tahu koperasi itu hanya untuk melayani konsumen seperti
biasa, baik untuk barang konsumsi atau pinjaman. Artinya masyarakat belum tahu
esensi dari koperasi itu sendiri, baik dari sistem permodalan maupun sistem
kepemilikanya. Mereka belum tahu betul bahwa dalam koperasi konsumen juga
berarti pemilik, dan mereka berhak berpartisipasi menyumbang saran demi
kemajuan koperasi miliknya serta berhak mengawasi kinerja pengurus. Keadaan
seperti ini tentu sangat rentan terhadap penyelewengan dana oleh pengurus,
karena tanpa partisipasi anggota tidak ada kontrol dari anggota nya sendiri
terhadap pengurus.
3. Manajemen
Manajemen koperasi harus diarahkan pada
orientasi strategik dan gerakan koperasi harus memiliki manusia-manusia yang
mampu menghimpun dan memobilisasikan berbagai sumber daya yang diperlukan untuk
memanfaatkan peluang usaha. Oleh karena itu koperasi harus teliti dalam memilih
pengurus maupun pengelola agar badan usaha yang didirikan akan berkembang
dengan baik.
Ketidak profesionalan manajemen koperasi
banyak terjadi di koperasi koperasi yang anggota dan pengurusnya memiliki
tingkat pendidikan yang rendah. contohnya banyak terjadi pada KUD yang nota
bene di daerah terpencil. Banyak sekali KUD yang bangkrut karena manajemenya
kurang profesional baik itu dalam sistem kelola usahanya, dari segi sumberdaya
manusianya maupun finansialnya. Banyak terjadi KUD yang hanya menjadi tempat
bagi pengurusnya yang korupsi akan dana bantuan dari pemerintah yang banyak
mengucur.
4. Permodalan
Kurang berkembangnya koperasi juga berkaitan
sekali dengan kondisi modal keuangan badan usaha tersebut. Kendala modal itu
bisa jadi karena kurang adanya dukungan modal yang kuat dan dalam atau bahkan
sebaliknya terlalu tergantungnya modal dan sumber koperasi itu sendiri. Jadi
untuk keluar dari masalah tersebut harus dilakukan melalui terobosan
structural, maksudnya dilakukannya restrukturasi dalam penguasaan factor
produksi, khususnya permodalan.
Kepala Dinas Koperasi UMKM Perindustrian dan
Perdagangan Sulawesi Tengah Muhammad Hajir Hadde, SE. MM menyebutkan salah satu
hambatan yang dihadapi selama ini diantaranya manajemen dan modal usaha. Hal itu dikatakannya dihadapan peserta Diklat
Koperasi Simpan Pinjam KSP dan Unit Simpan Pinjam USP yang saat ini sedang
berlangsung di Palu. Untuk
mengantisipasi berbagai hambatan dimaksud khususnya manajemen Dinas Kumperindag
selaku leading sector terus berupaya mengatasinya melalui pendidikan dan
pelatihan serta pemberian modal usaha.
5. Sumber Daya Manusia
Banyak anggota, pengurus maupun pengelola
koperasi kurang bisa mendukung jalannya koperasi. Dengan kondisi seperti ini
maka koperasi berjalan dengan tidak profesional dalam artian tidak dijalankan
sesuai dengan kaidah sebagimana usaha lainnya.
Dari sisi keanggotaan, sering kali pendirian
koperasi itu didasarkan pada dorongan yang dipaksakan oleh pemerintah.
Akibatnya pendirian koperasi didasarkan bukan dari bawah melainkan dari atas.
Pengurus yang dipilih dalam rapat anggota seringkali dipilih berdasarkan status
sosial dalam masyarakat itu sendiri. Dengan demikian pengelolaan koperasi
dijalankan dengan kurang adanya control yang ketat dari para anggotanya.
Pengelola ynag ditunjuk oleh pengurus
seringkali diambil dari kalangan yang kurang profesional. Sering kali pengelola
yang diambil bukan dari yang berpengalaman baik dari sisi akademis maupun
penerapan dalam wirausaha.
6. Kurangnya Kesadaran Masyarakat
Perkembangan koperasi di Indonesia yang
dimulai dari atas (bottom up) tetapi dari atas (top down),artinya koperasi
berkembang di indonesia bukan dari kesadaran masyarakat, tetapi muncul dari
dukungan pemerintah yang disosialisasikan ke bawah. Berbeda dengan yang di luar
negeri, koperasi terbentuk karena adanya kesadaran masyarakat untuk saling
membantu memenuhi kebutuhan dan mensejahterakan yang merupakan tujuan koperasi
itu sendiri, sehingga pemerintah tinggal menjadi pendukung dan pelindung saja.
Di Indonesia, pemerintah bekerja double selain mendukung juga harus
mensosialisasikanya dulu ke bawah sehingga rakyat menjadi mengerti akan manfaat
dan tujuan dari koperasi.
7. “Pemanjaan Koperasi”
Pemerintah terlalu memanjakan koperasi, ini
juga menjadi alasan kuat mengapa koperasi Indonesia tidak maju maju. Koperasi
banyak dibantu pemerintah lewat dana dana segar tanpa ada pengawasan terhadap
bantuan tersebut. Sifat bantuanya pun tidak wajib dikembalikan. Tentu saja ini
menjadi bantuan yang tidak mendidik, koperasi menjadi ”manja” dan tidak mandiri
hanya menunggu bantuan selanjutnya dari pemerintah. Selain merugikan pemerintah
bantuan seperti ini pula akan menjadikan koperasi tidak bisa bersaing karena
terus terusan menjadi benalu negara. Seharusnya pemerintah mengucurkan bantuan
dengan sistem pengawasan nya yang baik, walaupun dananya bentuknya hibah yang
tidak perlu dikembalikan. Dengan demikian akan membantu koperasi menjadi lebih
profesional, mandiri dan mampu bersaing.
8. Demokrasi ekonomi yang kurang
Dalam arti kata demokrasi ekonomi yang kurang
ini dapat diartikan bahwa masih ada banyak koperasi yang tidak diberikan
keleluasaan dalam menjalankan setiap tindakannya. Setiap koperasi seharusnya
dapat secara leluasa memberikan pelayanan terhadap masyarakat, karena koperasi
sangat membantu meningkatkan tingkat kesejahteraan rakyat oleh segala jasa –
jasa yang diberikan, tetapi hal tersebut sangat jauh dari apa ayang kita
piirkan. Keleluasaan yang dilakukan oleh badan koperasi masih sangat minim,
dapat dicontohkan bahwa KUD tidak dapat memberikan pinjaman terhadap masyarakat
dalam memberikan pinjaman, untuk usaha masyarakat itu sendiri tanpa melalui
persetujuan oleh tingkat kecamatan dll. Oleh karena itu seharusnya koperasi
diberikan sedikit keleluasaan untuk memberikan pelayanan terhadap anggotanya
secara lebih mudah, tanpa syarat yang sangat sulit.
Sebenarnya, secara umum permasalahan yang dihadapi koperasi dapat di
kelompokan terhadap 2 masalah. Yaitu :
A. Permasalahan Internal
·
Kebanyakan pengurus koperasi telah lanjut usia
sehingga kapasitasnya terbatas;
·
Pengurus koperasi juga tokoh dalam masyarakat,
sehingga “rangkap jabatan” ini menimbulkan akibat bahwa fokus perhatiannya
terhadap pengelolaan koperasi berkurang sehingga kurang menyadari adanya
perubahan-perubahan lingkungan;
·
Bahwa ketidakpercayaan anggota koperasi
menimbulkan kesulitan dalam memulihkannya;
·
Oleh karena terbatasnya dana maka tidak
dilakukan usaha pemeliharaan fasilitas (mesin-mesin), padahal teknologi
berkembang pesat; hal ini mengakibatkan harga pokok yang relatif tinggi sehingga
mengurangi kekuatan bersaing koperasi;
·
Administrasi kegiatan-kegiatan belum memenuhi
standar tertentu sehingga menyediakan data untuk pengambilan keputusan tidak
lengkap; demikian pula data statistis kebanyakan kurang memenuhi kebutuhan;
·
Kebanyakan anggota kurang solidaritas untuk
berkoperasi di lain pihak anggota banyak berhutang kepada koperasi;
·
Dengan modal usaha yang relatif kecil maka
volume usaha terbatas; akan tetapi bila ingin memperbesar volume kegiatan,
keterampilan yang dimiliki tidak mampu menanggulangi usaha besar-besaran; juga
karena insentif rendah sehingga orang tidak tergerak hatinya menjalankan usaha
besar yang kompleks.
B. Permasalahan eksternal
·
Bertambahnya persaingan dari badan usaha yang
lain yang secara bebas memasuki bidang usaha yang sedang ditangani oleh
koperasi;
·
Karena dicabutnya fasilitas-fasilitas tertentu
koperasi tidak dapat lagi menjalankan usahanya dengan baik, misalnya usaha
penyaluran pupuk yang pada waktu lalu disalurkan oleh koperasi melalui koperta
sekarang tidak lagi sehingga terpaksa mencari sendiri.
·
Tanggapan masyarakat sendiri terhadap
koperasi; karena kegagalan koperasi pada waktu yang lalu tanpa adanya
pertanggungjawaban kepada masyarakat yang menimbulkan ketidakpercayaan pada
masyarakat tentang pengelolaan koperasi;
·
Tingkat harga yang selalu berubah (naik)
sehingga pendapatan penjualan sekarang tidak dapat dimanfaatkan untuk
meneruskan usaha, justru menciutkan usaha.
Persoalan-persoalan yang dihadapi koperasi kiranya
menjadi relatif lebih akut, kronis, lebih berat oleh karena beberapa sebab :
1.
Kenyataan bahwa pengurus atau anggota koperasi
sudah terbiasa dengan sistem penjatahan sehingga mereka dahulu hanya tinggal
berproduksi, bahan mentah tersedia, pemasaran sudah ada salurannya, juga karena
sifat pasar “sellers market” berhubungan dengan pemerintah dalam melaksanakan
politik. Sekarang sistem ekonomi terbuka dengan cirri khas : “persaingan”.
Kiranya diperlukan penyesuaian diri dan ini memakan waktu cukup lama.
2.
Para anggota dan pengurus mungkin kurang
pengetahuan/skills dalam manajemen. Harus ada minat untuk memperkembangkan diri
menghayati persoalan-persoalan yang dihadapi.
3.
Oleh karena pemikiran yang sempit timbul usaha
“manipulasi” tertentu, misalnya dalam hal alokasi order/ tugas-tugas karena
kecilnya “kesempatan yang ada” maka orang cenderung untuk memanfaatkan sesuatu
untuk dirinya terlebih dahulu.
4.
Pentingnya rasa kesetiaan (loyalitas) anggota;
tetapi karena anggota berusaha secara individual (tak percaya lagi kepada
koperasi) tidak ada waktu untuk berkomunikasi, tidak ada pemberian dan
penerimaan informasi, tidak ada tujuan yang harmonis antara anggota dan
koperasi dan seterusnya, sehingga persoalan yang dihadapi koperasi dapat
menghambat perkembangan koperasi.
IV. Upaya Mengembalikan Koperasi Ideal
Bagaimana sebuah koperasi dapat menjadi
koperasi ideal? Ada tiga kunci utama utama yang dapat membuat sebuah koperasi
menjadi sebuah koperasi yang ideal. Yaitu adalah Benar, Besar, dan Mengakar.
Ketiganya saling berkaitan, dimana sebuah koperasi yang dijalankan dengan
benar, maka dengan sendirinya usaha koperasi tersebut akan menjadi besar, serta
banyak menarik kepercayaan anggota sehingga koperasi tersebut mengakar atau
memiliki akar yang kuat, dalam bentuk memiliki banyak anggota yang loyal.
a. Koperasi Benar
Koperasi benar ialah koperasi yang sesuai
dengan prinsip dan falasafah koperasi, dimana prinsip tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
2. Dikendalikan
secara demokratis oleh anggota
3. Partisipasi
ekonomi anggota
4. Otonomi dan
kebebasan
5. Pendidikan,
pelatihan dan informasi
6. Kerjasama antar
koperasi, dan
7. Kepedulian
terhadap komunitas
Apabila sebuah koperasi sudah menjalankan ketujuh prinsip
tersebut, maka koperasi tersebut akan memiliki masa depan yang cerah.
b. Koperasi Besar
Yang dimaksud dengan koperasi besar ialah
koperasi yang usahanya besar dan terus berkembang. Apabila sebuah koperasi sudah
berjalan sesuai dengan prinsip dan falsafah koperasi, maka akan dengan
sendirinya koperasi tersebut berkembang menjadi besar. Beberapa faktor yang
menentukan koperasi besar adalah sebagai berikut :
1. Dikelola secara
profesional
2. Usaha memenuhi
skala ekonomi
3. Orientasi produk
kebutuhan masyarakat luas
4. Partisipasi
ekonomi anggota dalam bentuk modal dan transaksi
5. Strategi
intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi
c. Koperasi Mengakar
Sebuah koperasi yang sesuai berjalan sesuai
dengan prinsip dan falsafah koperasi akan dengan mudah berkembang menjadi
koperasi besar. Koperasi besar yang berjalan sesuai dengan prinsip dan falsafah
koperasi tentu memiliki akar yang kuat dalam arti koperasi tersebut memiliki
banyak anggota dan loyal.
1. Pengurus berasal
dari anggota
2. Memberi manfaat
material dan / atau immaterial kepada anggotanya
3. Kelembagaan yang
kuat
4. Pendidikan
koperasi adalah wajib
5. Menyelenggarakan
rapat anggota
Apabila ketiga kunci utama tersebut ada dalam
sebuah koperasi, maka dapat dikatakan bahwa koperasi tersebut adalah koperasi
ideal.
Selain dari ketiga hal utama diatas, dukungan
dari pemerintah dalam hal aspek keuangan, perkembangan bisnis, serta
keanggotaan juga berpengaruh penting dalam memajukan perkoperasian di
Indonesia.
BAB III
KESIMPULAN
Koperasi
di Indonesia yang semula didirikan untuk membantu perekonomian masyarakat dan
mensejahterakan anggotanya kini sudah semakin terlupakan dan banyak koperasi
yang terpaksa di tutup dikarenakan tidak dapat berfungsi sesuai dengan fungsi
dan tujuannya menunjukkan bagaimana koperasi Indonesia terhambat
perkembangannya, bahkan cenderung mundur.
Banyak
hal dimulai dari permasalahan internal seperti kurangnya anggota yang
berkompeten dan faktor eksternal seperti bertambahnya persaingan dari badan
usaha yang lain yang secara bebas memasuki bidang usaha yang sedang ditangani
oleh koperasi dan kurangnya tanggapan masyarakat terhadap koperasi menjadi
faktor penghambat berkebangnya koperasi di Indonesia.
Untuk
mengembalikan koperasi agar kembali sesuai dengan fungsi tujuan utamanya,
diperlukan usaha-usaha yang perlu dilakukan baik dari dalam keanggotaan
koperasi dan juga dukungan pemerintah sehingga koperasi dapat kembali berjaya.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar